Rabu, 31 Oktober 2018

Mazmur 84 : 1 - 7

Mazmur 84 : 1 - 7
  • 84:1 Untuk pemimpin biduan. Menurut lagu: Gitit. Mazmur bani Korah. 
  • 84-2 Betapa disenangi tempat kediaman-Mu, ya TUHAN semesta alam! 
  • 84-3 Jiwaku hancur karena merindukan  pelataran-pelataran TUHAN ; hatiku dan dagingku bersorak-sorai kepada Allah yang hidup. 
  • 84-4 Bahkan burung pipit telah mendapat sebuah rumah, dan burung layang-layang sebuah sarang, tempat menaruh anak-anaknya, pada mezbah-mezbah-Mu, ya TUHAN semesta alam, ya Rajaku  dan Allahku!
  • 84-5 Berbahagialah orang-orang yang diam di rumah-Mu , yang terus-menerus memuji-muji Engkau. Sela 
  • 84-6 Berbahagialah manusia yang kekuatannya di dalam Engkau, yang berhasrat mengadakan ziarah! 84-7 Apabila melintasi lembah Baka, mereka membuatnya menjadi tempat yang bermata air; bahkan hujan pada awal musim menyelubunginya dengan berkat. (84-8) Mereka berjalan makin lama makin kuat, hendak menghadap Allah di Sion.

"Sungguh-Sungguh Merindukan Kediaman Allah Untuk Sungguh-Sungguh Memuji dan Memperoleh BerkatNya"


Mazmur ini berupa nyanyian yang dinyanyikan oleh Bani Korah. Bani Korah yang berarti "anak-anak (keturunan) dari Korah". Bani Korah adalah nenek moyang dari pemusik-pemusik kudus yang ditugaskan untuk melayani Tuhan di dalam Bait Suci. Pemazmur yang dalam hal ini disebut Bani Korah mengungkapkan gejolak rasa rindunya akan rumah atau kediaman Allah. Perasaannya kuat sekali untuk mencari Tuhan. Ia menyatakan perasaannya itu dengan mengatakan rindu datang ke rumah Tuhan. Bagi orang Israel rumah Tuhan adalah lambang kehadiran Tuhan. Berada di rumah Tuhan berarti bertemu dengan Tuhan. Kemungkinan ketika ia menuliskan atau menyanyikan mazmur ini, ia sedang di suatu tempat atau dalam suatu kondisi yang tidak memungkinkan untuk datang ke rumah Tuhan. Ia sangat merindukan rumah Allah dan sedemikian rindunya sampai ia merasa hatinya atau perasaannya seperti hancur (ayat 3).
Mazmur 84 ini memberikan gambaran indah tentang hasrat serta kerinduan untuk berada di dalam rumah TUHAN. Hasrat dan kerinduan yang dimaksudkan oleh Pemazmur ini tidak hanya sekedar untuk beribadah selayaknya orang rutin datang beribadah di bait ALLAH. Karena bisa saja orang datang ke rumah Tuhan tetapi tidak memiliki rasa antusias atau kerinduan yang sangat dalam untuk bertemu dengan Tuhan. Tidak semua orang punya perasaan seperti pemazmur ini yang mempunyai hasrat mendalam untuk memiliki relasi yang intim dengan ALLAH yang dinyatakan melalui ekspresi puji-pujian dan penyembahan kepada ALLAH dengan sepenuh hati. Kerinduan Pemazmur untuk berada dekat dengan ALLAH juga didasari oleh keyakinannya bahwa ALLAH selalu rindu juga untuk didekati oleh umatNya.

Kerinduan Yang Mendalam akan Tuhan Allah Yang Hidup di RumahNya
Perikop ini mengingatkan kita bahwasanya setiap orang yang sudah mengenal Allah akan merindukan pertemuan dengan Allah. Kerinduan pemazmur bukan sekadar kerinduan biasa atau perasaan mistik. Ia rindu sampai jiwanya hancur, merintih, suatu kesadaran diri yang dalam sekali campuran antara dorongan emosi dan rasio yang kuat. Spurgeon menyebutnya holy lovesickness atau mabuk kepayang yang kudus. Secara puitis ia menggambarkan betapa ia merasa iri kepada burung pipit dan layang-layang yang bersarang di rumah Tuhan bahkan bertelur dan merawat anak-anaknya di sana. Kerinduan itu dirasakan dengan sungguh-sungguh dan menggebu ingin bertemu dengan Tuhan Allah yang hidup. Sebab pertemuan dengan Allah itu adalah kerinduan dari setiap orang yang percaya. Jika ada seseorang yang tidak merasakan kerinduan yang mendalam untuk bertemu dengan Allah di BaitNya atau di GerejaNya, maka iman kita sudah perlu di koreksi, apakah kita mengasihi Allah atau kita hanya mengasihi diri kita sendiri atau lebih mengasihi yang lain. Ingatlah, bahwa pada masa kini, dan masa yang akan datang dan untuk selama-lamanya Allah itu Hidup. Jadi, siapa yang hidup dengan Allah, akan senantiasa merindukan persekutuan dengan Allah dan memperoleh kehidupan selama-lamanya bersama Allah.
Pemazmur sungguh paham bahwa tidak pernah ada sumber lain dalam kehidupan manusia, selain Tuhan Allah yang sanggup membuatnya bahagia baik di saat yang menyenangkan atau tidak. Itu sebabnya kerinduan jiwanya akan hubungan yang mendalam dengan ALLAH sungguh menjadi doa serta harapan terbesarnya. Apakah kita juga memiliki penghayatan yang sama dengan Pemazmur sehingga kitapun selalu rindu bertumbuh dan memiliki persekutuan yang intim dengan TUHAN ALLAH kita? Apakah kita masih merasakan Allah itu hidup di dalam perjalanan kehidupan kita sehingga kita selalu membutuhkan kehadiratNya? Apakah orang-orang Kristen merasakan bahwa Allah itu hidup dalam pelataranNya sehingga memprioritaskan perjumpaan dengan Tuhan di dalam pelataranNya daripada mementingkan urusan-urusan yang lain? Dalam beberapa komunikasi dengan beberapa orang Kristen maupun pelayan gereja bahwa kehadiran di gereja itu hanya sekedar rutinitas saja. Bahkan ada yang datang ke gereja sekedar penampilan, ada yang ke gereja karena hendak KOOR atau karena sekedar melakukan tugas atau kewajiban sebagai pelayan tetapi tidak memiliki sikap rindu untuk berjumpa dengan Tuhan. Kehadiran ke gereja juga sering kalah dengan rutinitas atau kepentingan lain, antara lain karena kesibukan kerja, arisan, atau urusan-urusan duniawi. Sesibuk apa pun kita jangan pernah lupa untuk masuk dalam hadirat Tuhan, karena, di sinilah kita beroleh kekuatan baru untuk bisa berkarya setiap hari. Rumah Tuhan adalah ibarat Bengkel Rohani yang bertugas untuk menservice ulang kehidupan kita supaya jiwa kita sehat kembali.

Berbahagia orang-orang yang berdiam di rumah Allah
Pemazmur melihat bahwa burung-burung pipit yang mendapat sebuah rumah dan juga burung layang-layang dengan sebuah sarang yang tinggal di Mezbah-mezbah Allah (ayat 4) sama berbahagianya dengan orang-orang yang diam dirumah Allah dengan pujipujian (ayat 5). Burung pipit dan burung layang-layang akan mengeluarkan suaranya yang merdu sama dengan orang-orang yang diam di rumah Allah pada saat memuji kemuliaan Allah. Ada rasa keinginan yang besar bagi pemazmur untuk berdiam dirumah Allah sama dengan burung-burung itu dan juga dengan pelayan-pelayan Tuhan yang berdiam di rumah Allah. Kehadirannya di rumah Tuhan tak lain dan tak bukan adalah untuk memuji-muji Tuhan. Dalam bahasa aslinya diterjemahkan dengan “terus-menerus memuji Engkau dengan sungguh-sungguh” bukan hanya sekedar memuji atau bergantung selera hati.  Orang Israel sangat antusias untuk beribadah ke bait Allah di Yerusalem. Setiap Sabbat dan terlebih masa paskah berbondong-bondong orang-orang Israel menghadap Tuhan ke rumahNya. Bagi mereka, ziarah itu adalah perjalanan rohani yang dinanti-nantikan. Jadi kerinduan kepada Tuhan itu bukan sekadar perasaan sentimental, bukan sekedar ingin tetapi tidak ada niat dan usaha.  
Memuji Allah adalah kebahagiaan bukan sebaliknya menjadi paksaan. Sebab dengan memuji Allah maka hati dan pikiran serta tenaga kita akan semakin baik. Hidup dengan pujian-pujian bagi Allah akan mendatangkan kebaikan. Seperti yang tertulis dalam Mazmur 147:1  “Haleluya! Sungguh, bermazmur bagi Allah kita itu baik, bahkan indah, dan layaklah memuji-muji itu”. Tidak ada kebahagiaan yang sungguh-sungguh diluar Tuhan Allah, hanya didalam Dia dan hanya Dia sumber kehidupan. Pasang surutnya gelombang dunia ini dengan berbagai persoalannya akan terasa nikmat jika bersama dengan Allah. Sebab Allah akan memberikan kekuatan untuk menjalaninya. Bukan hanya itu, bersama dengan Allah keadaan yang tidak menjanjikan sekalipun di dunia ini akan menjadi berkat kelimpahan sebab hanya Tuhan yang dapat mengubahkan segala sesuatu kearah yang terbaik, dan semuanya itu akan diperoleh dengan kekuatan dan kehendak Tuhan.
Lebih lanjut, Pemazmur juga mengungkapkan bahwa ada sebuah konsekwensi logis, yaitu kebahagiaan manakala kita hidup dekat dengan ALLAH. Berupa apakah itu? Jika kita menyimak ayat 4-7, kebahagiaan yang kita dapat tidak dibatasi oleh kebahagiaan secara fisik/materi. Persekutuan erat kita dengan ALLAH akan membuat kita mendapatkan ”kekuatan yang besar dan sukacita  di dalam TUHAN” (ayat 6). Kekuatan dan sukacita batin yang bersumber pada TUHAN inilah yang membuat kita sanggup menatap ke depan meski kita tahu bahwa di depan banyak rintangan dan halangan. Kekuatan dan sukacita batin yang bersumber pada TUHAN itu juga yang akan membuat kita tetap bertahan hingga akhirnya, meski kita menjalani hidup dengan segala keletihan yang dibebankan dunia pada kita.
REFLEKSI:
Sadar atau tidak, diakui atau tidak, percaya atau tidak, manusia tanpa TUHAN adalah manusia yang lemah dan rapuh. Saya menyadari betapa petingnya kita hidup selalu dekat dengan TUHAN, sebab dari situlah sumber kekuatan kita. Kita hidup dan bertindak digerakkan oleh kekuatan yang tak pernah kita sadari, yaitu kekuatan TUHAN. Bani Korah menuliskan bahwa, orang yang mengantungkan dirinya kepada kekuatan TUHAN adalah orang yang berbahagia. Perjumpaan dengan Tuhan baik di dalam rumahNya maupun di dalam kehidupan setiap hari memberikan kekuatan dan memfokuskan diri kepada Tuhan bukan kepada persoalan. Sebaliknya orang yang mengandalkan kekuatannya sendiri akan semakin menjauh dari TUHAN. Setiap orang yang menjauhkan diri dari Tuhan membuat hidupnya tidak punya arah atau tujuan, dan tidak akan mengalami kebaikan. Mari mengantungkan diri pada kekuatan TUHAN,  rindukan selalu hadirat-Nya dan nikmati kuasa-Nya. Amen

Tidak ada komentar:

Mazmur 84 : 1 - 7

Mazmur 84 : 1 - 7 84:1 Untuk pemimpin biduan. Menurut lagu: Gitit. Mazmur bani Korah.  84-2 Betapa disenangi tempat kediaman-Mu ,  ya ...