JOHN B.
COBB, Jr
( 1925
- )
1. Pendahuluan
John B Cobb,Jr satu teolog Amerika Utara yang memberikan
pengaruh yang menonjol pada abad ke-20. Cobb
menghadirkan ”Teologi Operasi” yang dia sebut dengan transformasi kreatif yang
membangun kembali Teologi Kristen melalui
keterlibatannya secara eksplisit dengan filsafat modern, ilmu alam dan ilmu pengetahuan sosial. Pandangan Cobb diwarnai oleh pemikiran Alfred
North Whitehead[1]
dan Charles Hartshorne[2]
yang mencoba mencari pemahaman kembali tentang Teologi Kristen melalui doktrin
filsafat modern. Dapat dikatakan bahwa
proses filsafat yang digunakan oleh Cobb telah menjadi pijakan yang secara
konsisten memberikan pemahaman yang baru tentang Teologi Kristen melalui
karya-karyanya dibandingkan dengan para teolog lain sejak tahun 1960-an.
2. Biografi
John B. Cobb,Jr lahir di Kobe-Jepang pada 09 Pebruari 1925. Ia
tinggal bersama orangtuanya yang bekerja sebagai misionaris gereja Metodis di Jepang sampai tahun 1940.
Pada tahun 1940, dia kembali ke tanah asalnya di Georgia dan masuk sekolah, setelah
itu kuliah di Emory College yang sekarang disebut Oxford College. Pada tahun
1944, ia mengikuti
wajib dinas militer dan berjumpa dengan kaum intelektual dari agama-agama
lain termasuk orang Yahudi dan Katolik. Pada
periode itulah, Cobb mempunyai pandangan yang luas tentang di luar dari
pietisme protestan. Setelah
meninggalkan angkatan darat, Cobb kuliah program Divinity di Universitas
Chicago. Ia tertarik pada kuliah yang diberikan oleh Charles Hartshorne yang
memperkenalkannya kepada pemikiran-pemikiran Alfred North Whitehead. Dibawah
bimbingan Hartshorne yang memperkenalkannya pada metafisika dan filsafat
Whitehead, lalu Cobb mempunyai gagasan
yang baru tentang Allah. (Livingston 2006, 328)
Desertasi
doktoral Cobb mendalami pertanyaan tentang kemungkinan keterbebasan Iman kristen
dari kepercayaan spekulatif dan sebuah latihan yang meyakinkan
dia tentang ketidakmungkinan dari sebuah kebebasan. Isu-isu yang berhubungan
dengan iman dan filsafat menjadi ketertarikan dan pusat dari karya-karyanya
selama bertahun-tahun. Pemahamannya tentang Iman Kristen ternyata berubah pada
pertengahan tahun 1960-an. Dia kemudian mengakui bahwa karya-karyanya sebelum
tahun 1965 didominasi oleh paham “Whiteadian
Scholastiscm.”. Walaupun proses skema kategorial
yang dia dapatkan dari pemikiran-pemikiran Whitehead selalu terlihat didalam
karya-karyanya, namun ide teknis yang biasa digunakan oleh Whitehead semakin
jarang terlihat dan ide-idenya sendiri lebih kuat terlihat. Lebih jauh lagi, Tulisannya
seperti layaknya karya Schubert Ogden yang merefleksikan sebuah usaha sadar untuk bergerak lebih jauh lagi mengenai
analisis abstrak teologi kepada pemahaman yang lebih luas dari makna teologis
tentang tanggung jawab saksi-saksi Kristus dalam konteks terkini; contohnya,
permasalahan tentang ekologi, ekonomi, ras dan gender.
Pada akhir 1960- an, keterlibatannya
dengan organisasi-organisasi yang bergerak dalam bidang ekologi menjadi faktor
penting dalam peningkatan karirnya. Banyak karya-karya tulisnya sejak awal
1970-an lebih berfokus kepada lingkungan dan isu-isu yang berhubungan dengan
politik ekonomi. Beberapa bukunya, seperti, The
Liberation of Life (1981) dan For the
Common God (1989) ditulis dengan kolaborasi pandangan seorang ilmuwan yang
profesional dan pandangan seorang ekonom.
Setelah melayani selama 5 tahun di Universitas
Emory, Cobb bergabung dengan fakultas baru, Sekolah Teologia Claremont, di
California. Di sana, dia melayani selama lebih dari 30 tahun, bertugas sebagai
guru besar dan direktur proses pembelajaran
yang didirikan pada tahun 1973 bersama-sama dengan koleganya David Ray
Griffin. Pada tahun 1971. Cobb dan Lewis Foyd, salah seorang penganut filsafat proses yang terkemuka mendirikan Pusat
Process Studies, sebuah terbitan yang
didedikasikan untuk mendalami filsafat proses dan cabangnya (Livingstone 2006, 327-328).
3. Pandangan-Pandangan Teologi John Cobb
3.1 Tuhan yang memanggil dan kemungkinan manusia
Tugas utama dari
teologi adalah memformulasikan doktrin tentang Allah. Fakta ini sering
dikaburkan pada generasi masa lalu yang kadang-kadang tampak bahwa manusia atau
sejarah adalah perhatian utama dari teologi. Jika kita tidak berbicara tentang
Allah, maka banyak dari apa yang telah kita katakan tentang manusia dan sejarah
tidak berarti atau sewenang-wenang. Pertanyaan dari realitas atau tidak realitas
tentang ”Allah” dapat digambarkan dengan definisi. Artinya, di satu sisi adalah
mungkin untuk menawarkan definisi ”Allah” yang akan membawa setiap orang
menyangkal apapun yang berhubungan dengan terminologi tersebut. Misalnya,
”Allah” dapat didefinisikan sebagai mahluk yang tinggal di atas kita yang
melampaui langit dan kadang-kadang turut campur di dalam peristiwa yang ada di
planet ini. Jika ada makna yang jelas dapat melekat pada kata-kata tersebut,
maka hampir semua kita akan menegaskan ketidakberadaan dari mahluk, dan jika tidak ada arti yang
dapat ditunjuk kepada kata itu, maka pertanyaan tentang keberadaan ”Allah” di
dalam bagian ini tidak bisa muncul. (Cobb
1998, 19)
Ajaran Cobb
tentang kehendak Tuhan tidak melalui proses skema metafisika yang telah
tertanam oleh metafisika Whitehead. Walaupun
Cobb di dalam pandangan dan pemikirannya banyak dipengaruhi oleh Whitehead. Refleksi
paham kepercayaan Cobb berpusat kepada Tema Allah sebagai sumber yang memiliki
daya pencipta segala yang baru. Cobb
menunjuk Allah sebagai sumber transformasi kreatif. Dalam bukunya God and the World (1969) dan karya-karya selanjutnya, Cobb juga memberikan
perhatian yang besar terhadap konsep si-Allah “Konsekuensi alami”; dimana
konsep ini menjelaskan tentang efek Tuhan terhadap dunia ini dan efek dunia ini
terhadap Tuhan. Ini menuntut Cobb memberikan perhatian yang mendasar
bagaimana seseorang mampu memberikan perhitungan yang tepat akan “tempat” Tuhan
di dalam tindakan ilahi-nya di dunia ketika gagasan Allah ada ”di atas”
atau ”di suatu tempat” tidak lagi masuk
akal. Jika cahaya diandaikan di situ maka bagaimana mengartikan tindakan Allah
di keduanya antara alam dan sejarah manusia (Livingstone 2006, 328).
Isu pertama yang
diangkat oleh Cobb adalah kenyataan seperti apakah Allah itu jika kita tidak
bisa menerima dan memahami Allah sebagai objek fisik diantara objek fisik
lainnya atau membiarkan diri kita terjebak dalam dualisme yang memandang fisik
dan mental sebagai dua kenyataan yang berbeda. Kedua gagasan tersebut telah banyak dideskreditkan. Fisik kontemporer dan proses
filsafat misalnya, kedua hal tersebut menawarkan kritikan dari pemahaman fisik
yang lebih tua. Sebagai contoh, ilmu
pengetahuan yang menunjukkan bahwa benda padat, objek yang tak berdaya yang
membangkitkan gagasan naif kita tentang fisik yang ternyata adalah terdiri
sub-atom yang sifatnya bertindak dan bereaksi. Elektron hanya dapat dipahami
sebagai suatu rangkaian peristiwa. Blok bangunan dunia, benda-benda segala
sesuatu yang lain juga disusun, adalah ”energy-events” (Livingston 2006, 329).
Jika fisik harus
dimengerti di dalam terminologi “energy-events”, maka pertanyaan tentang
hubungannya kepada pikiran maka harus dibaharui. Karena pikiran bukanlah sebuah
realitas fisik dalam arti lebih tua dari
kata, sekarang mungkin dianggap menjadi pemahaman sebagai energy event. Cara berpikir kita menerima energy dari masa
lampau yang berada pada tubuh saya dan menyalurkan energi itu, lebih tepatnya
memodifikasi, kepada subsequent event. Cara berpikir mempunyai kesatuan dan
kreatifitas tersendiri. Tapi ini perlu untuk tidak dianggap sebagai kerinduan
kepada peran yang berbeda dari menjadi sesuatu. Cobb menyarankan bahwa jika
kita mampu untuk berpikir potensi energy setiap kejadian sebagai mana yang
diterapkan kepada ketidaksadaran kejadian elektronik dan cara berpikir manusia
kita bisa menyelasaikan masalah dualisme cartesian dan juga mampu berpikir
tentang Tuhan dengan konsep baru ini – Tuhan sebagai energy spesial dari setiap
kegiatan. Kita secara alami berpikir tentang energy elektronik berdiri
sendiri. Ketika kita berpikir tentang
aktivitas energi dalam kesadaran pengalaman manusia, kita berpikir bahwa itu
berasal dari luar. Tetapi Cobb menyarankan bahwa itu cukup tepat untuk berpikir
aktivitas energi elektron sebagai sebuah subjek.
Cobb mengusulkan,
untuk menggunakan pengalaman kita sendiri sebagai analogi yang paling dekat
untuk berpikir tentang realitasTuhan. Seseorang, tentu saja dapat merespon
secara cepat bahwa pengalaman subjektif tergantung
atas pikiran, penglihatan, suara dan yang lain, dan kita tidak bisa mengharap
bahwa Tuhan juga memiliki hal yang serupa. Jawaban Cobb adalah krusial, karena
itu harus melakukan dengan klaim dari filsafat proses, dengan nama bahwa pengalaman
manusia tidak hanya berhubungan dengan panca indera...(karena) data fundamental
dari pikiran manusia atau subjek bukanlah objek fisik di luar tubuh, tetapi
enery-events di dalam tubuh. Cobb menjelaskan bahwa bagaimanapun pengalaman
duniawi adalah dipenuhi panca indera, prioritas dari non-panca indera
disimpulkan di dalam pengalaman manusia. (Livingston 2006, 329)
Cobb mengakui
ada dua pertanyaan yang krusial dimanakah bisa energy event itu? Baik citra
transenden Allah ”di atas” atau citra immanen Allah ”di sana” dari penggunaan,
karena keduanya dapat memaksa atau menyatakan secara tidak langsung hubungan
yang renggang. Orang mungkin mengatakan bahwa Allah sekarang di sini, dan itu
menolak bahwa Allah dapat dikenal mempunyai tempat yang sangat panjang di
tempat yang lain. Atau, Cobb menunjukkan ke luar, karena ruang menyatakan
secara tidak langsung keberadaan tubuh fisik, seseorang dapat mengatakan Allah
adalah roh maksudnya Allah transenden melampui ruang dan waktu kita. Bahkan
Cobb melihat tidak ada agama objektif berbicara tentang Allah sebagai
nonspatial, ia lebih suka mengatakan bahwa ”Allah di mana-mana”. (Livingston
2006, 330)
Siapa yang
mengatakan bahwa Tuhan tidak ada dimana-mana dan siapa saja yang meng-klaim
bahwa Tuhan ada dimana-mana, secara tepat, menyangkal bahwa Tuhan terikat oleh
cara pandang yang terbatas antara ruang dan waktu. Tetapi perbedaan theologis
yang ditafsirkan oleh pemahaman ini
sangat penting. Pihak yang menyatakan bahwa Tuhan tidak ada dimana-mana berarti
mengatakan bahwa Tuhan berbeda dari segala bentuk energi yang ada. Namun pihak
yang mengatakan bahwa Tuhan ada dimana-mana berarti percaya bahwa “Keberadaan
Tuhan adalah sebuah fungsi dari omni-spasial atau semua pandangan inklusif
tentang Tuhan”.
3.2. Pluralisme yang Kristosentris
Pengalaman
tinggal di Jepang serta ketika mengikuti dinas meliter dan bertemu dengan
penganut agama yang lain membuat Cobb memahami betapa pentingnya pluralisme. Cobb setuju dengan pluralis bahwa tidak ada
agama yang bisa mengklaim secara mutlak atau akhirnya unggul di atas semua
orang lain – tetapi bukan karena sebagai seorang pluralis maka mengatakan semua
agama memiliki dasar yang sama (atau penting), tugas masing-masing membawa
keluar kesamaan yang buruk, tetapi lebih karena semua memiliki tugas yang
berbeda dan karena itu anda tidak bisa mengatakan bahwa seseorang melakukan
tugas sendiri lebih baik daripada yang lain. (Cobb 1999, 61)
Cobb
ingin menghormati dan melestarikan perbedaan nyata di antara agama-agama. Dia
takut bahwa pluralis tidak melakukan ini. Dia benar-benar menuduh pluralisme tidak menjadi cukup majemuk; dalam
pembicaraan mereka tentang apa agama-agama memiliki kesamaan, mereka melupakan
perbedaan. Cobb jelas mengakui bahaya dalam ke-asli-an pluralisme nya sendiri,
karena itu dengan mudah dapat tergelincir ke dalam apa yang disebut ”Konsep
Relativisme”. Jika semua agama benar-benar berbeda, kebenaran dari suatu agama
menjadi apa yang pernah agama mengatakan itu. Tidak akan ada kriteria antar
agama untuk apa yang benar dan untuk apa yang salah. Jadi Cobb mengusulkan di dalam tulisannya
”Relatively objective norm” (norma relatif objektif) bahwa ia menganggap semua
agama terlibat dalam dialog yang mengiakan bahwa ada lebih banyak kebenaran
dari apa yang mereka ketahui dalam agama mereka sendiri, dan mereka dapat
belajar sedikit lebih dari ”lebih” yang lain oleh keterbukaan diri mereka
sendiri kepada dan berbicara dengan agama lainnya. (Cobb 1999, 61)
Cobb
menganjurkan sebuah teologi yang berhasil menjadi kristosentris dan pluralistik
dalam pendekatannya terhadap agama-agama lain. Ia menyatakan bahwa
kristosentrisme berakar pada Sofia, atau
hikmat ilahi yang merupakan esensi (hakikat) Allah yang terwujud di dalam
Kristus. Ia mengaskan bahwa orang Kristen harus menolak arogansi, eksklusivisme,
dan dogmatisme, karena semua itu adalah halangan bagi transformasi kristologis
yang kreatif. Dalam pehamanan ini, agama-agama lain dapat menghampiri esensi
Kristus tanpa harus percaya kepada Kristus. Cobb melihat Yesus sebagai pusat
sejarah, tetapi bukan keseluruhan dari sejarah. Ia melihat perlunya memperluas
sejarah ini hingga mengikutsertakan agama-agama lain. Bahkan bila proses
kreatif kristologis ini menyebabkan orang mengganti posisi sentral Kristus di
dalam sejarah itu dengan sesuatu yang lain, katanya maka penggantian itu
sendiri adalah kesetian dan sikap yang jujur (true) kepada Kristus. (http://id.wikipedia.org diakses pada
22 Oktober 2012)
3.3. Kristus dan Penciptaan Transformatif
Sebagai
seorang teolog kristen, Cobb membuat transformasi kreatif sebagai dasar dari
pemikirannya tentang kristologi. Dalam
hal ini, Whitehead dan Wieman mempunyai pengaruh besar di dalam pemikiran Cobb.
Dia menjelaskan kristologi-nya lebih sedikit daripada “Jesuslogis” yang kedua nya menjadi manusia di dalam
Kristus dan perwujudan dari pekerjaan Yesus di dalam dunia ini. Cobb menentang
menggunakan kata “Kristus” karena dia merasakan bahwa itu tidaklah perlu
“membingungkan Yesus yang di dalam nama Allah hadir dengan jelas bersama Allah
sendiri”. Refleksi Cobb pada kristologi mengungkapkan perkembangan yang
sifnifikan. Dia berbicara tentang Kristus sebagai Logos keilahian. (Livingston
2006, 332).
Inkarnasi
logos adalah Kristus. Dalam arti luas, Kristus hadir dalam segala hal, tetapi
ada dalam dua kualifikasi. Pertama, walaupun tidak ada garis yang mutlak antara
benda yang tak ber-nyawa dan dunia ber-nyawa, namun yang ada terlebih dahulu adalah
kehadiran Logos yang hampir tidak dapat dibedakan dari pengulangan masa lalu.
Hal inilah di dalam mahluk hidup bahwa pekerjaan dari Logos ber-manifestasi
signifikan. Kedua, sebagaimana kita sepakat dengan organisme yang mana
pekerjaan Logos secara khusus harus dipahami. Ini berarti bahwa tingkat efektivitas
logos dalam mahluk sebagian besar ditentukan oleh mahluk itu.(John B Cobb &
David Ray Griffin 1976, 98)
Bagi Cobb sangat
membingunkan membedakan antara Yesus sebagai pewujudan Tuhan dan Jesus sebagai dirinya
sendiri. Dalam Christ in Pluralistic Age (1975),
refleksi Cobb tentang Kristologi mengungkapkan perkembangan yang signifikan dalam
perkembangan pemikirannya. Dia menjelaskan bahwa Kristus adalah sebuah logos.
Dia melakukan hal tersebut terkait erat hubungannnya dengan pemahaman lama
tentang kehadiran Tuhan sebagai tujuan awal dimana setiap subjek ditentukan
bagaimana mereka membentuk dirinya sendiri, dan Tuhan sebagai perwujudan transformasi
kreatif didunia (Livingston 2000, 332)
Untuk berbicara tentang Kristus sebagai
logos membutuhkan pemahaman teologi Kristen bahwa kata “Kristus” mengacu kepada fakta
yang universal, dan refleksi pada logos membawa karekteristik tentang Kristus
sebagai transformasi kreatif. Jika, di dalam fakta Kristus
sebagai inkarnasi logos adalah transformasi kreatif , maka teologi Kristen
tidak boleh berpuas diri kepada hanya penemuan Kristus atau utama di
dalam sejarahnya sendiri, itu harus jelas tercermin dalam seluruh kehidupan.
Kristus sebagai transformasi kreatif harus dapat ditemukan, tidak hanya dalam suasana
beragama atau didalam gereja, tetapi juga harus ditemukan didalam ilmu
pengetahuan, philosophy, seni dan organisasi social – dimanapun transformasi
kreatif itu berada (Livingston 2006, 332)
Transformasi kreatif
adalah esensi pertumbuhan, dan pertumbuhan adalah esensi kehidupan. Pertumbuhan
tidak tercapai hanya dengan menambahkan berbagai elemen di dunia yang diberikan
dalam kombinasi yang berbeda. Namun itu, membutuhkan transformasi elemen-elemen
melalui pengenalan yang baru. Hal itu akan mengubah sifat dan makna, tanpa
harus menekan atau menghancurkan mereka. Sumber baru itu adalah logos, yang
berinkarnasi adalah Kristus, di mana
Kristus secara efektif hadir. Itu adalah transformasi kreatif. Transformasi kreatif terlibat dalam seluruh
respon kasih. Mengasihi orang lain adalah jalan yang mengizinkan orang lain
merasakan pengaruh di dalam dirinya sendiri. Namun perasaan itu berbeda dari
diri sendiri yang tidak dapat hanya ditambahkan kepada mereka. Biasanya, untuk
melindungi diri kita sendiri, kita menutup perasaan orang lain dari setiap
kontribusi yang kaya dengan pengalaman
kepada pengalaman kita sendiri. (John B Cobb
& David Ray Griffin 1976, 100)
Cobb menegaskan bahwa
Kristus dapat menjadi kehadiran yang penuh dan efektif, pemahaman di dalam hak,
kebenaran dan keterbukaan. Bagi orang Kristen, makna lgos sebagai kasih
diinkarnasikan di dalam Yesus karena Yesus membawanya di dalam sejarah
keberadaan umat manusia. Itu sebabnya, kreatif kasih Allah menghasilkan transformasi
kreatif di dalam penciptaan. Satu arah utama bahwa transformasi adalah menuju perluasan
dari mengantisipasi masa depan yang akan terpengaruh oleh tindakan seseorang. Ini
memperluas cakrawala untuk tidak menghancurkan masa depan karena kepentingan
sendiri. Kepentingan yang lebih besar menempatkan kepentingan yang lebih
terbatas tentang aspek masa depan di dalam terang yang baru dan memberikan
mereka aturan yang baru. Orang yang bekerja di dalam kreatif kasih yang
sempurna maka pekerjaan itu jalan transformasi kreatif (John
B Cobb & David Ray Griffin 1976, 101)
3.4. Teologi Proses sebagai
transformasi kreatif
Teologi
ini muncul di Amerika sekitar tahun 1960-an dibangun atas dasar filsafat proses
yang dikemukakan oleh Alfred North Whitehead salah satu yang memberikan
pandangan bagi Cobb. Teologi proses merupakan reaksi terhadap paham panteisme
yang tidak cukup membedakan Tuhan dari dunia, maupun pada monoteisme yang
terlalu memisahkan manusia dari Tuhan. Di dalam teologi proses memahami dunia
sebagai sebuah organisme sosial, sebuah kesatuan yang saling bergantung dan
berhubungan, yang bertumbuh ke arah pemenuhan melalui sebuah jaringan dari
pengaruh-pengaruh yang saling mempengaruhi yang merupakan tujuan persuasif Tuhan. Dalam proses ini, Tuhan dipengaruhi
oleh dunia sebagaimana Ia mempengaruhi dunia (Paul S.Fiddes 1993, 472)
Teologi Proses sering juga disamakan
dengan Teologi Keterbukaan, walau sebenarnya memiliki perbedaan. Cobb
menjelaskan perbedaan utama di konteks dan di konstituen. Teologi keterbukaan
adalah perkembangan dari pengalaman dan refleksi dan sensitifitas komunitas Evanggelis
konservatif. Mereka melihat bahwa beberapa pengajaran yang diwariskan dari
masyarakat tidak sejalan dengan pengalaman hidup sebagai orang kristen atau
Alkitab dan mereka melakukan modifikasi. Mereka tidak melihat modifikasi
sebagai cara pertentangan iman dan penting membuat mereka berkompromi dengan
budaya sekuler. Sedangkan Teologi Proses membuat orang bereaksi kuat melawan
bentuk konservatif dari iman kristen. Mereka adalah orang-orang yang terbuka
yang kagum kepada intelektual dan alasan-alasan eksistensial, bahkan mereka
meyakini di dalam Allah seluruhnya. Beberapa bereaksi menentang cara-cara
Alkitab yang memaksa seperti kekuasaan eksternal yang sewenang-wenang (John Cobb 2003, 81). Intinya, kedua teologi
ini menentang solusi dari berbagai persoalan hidup dengan cara-cara yang jahat,
namun menempatkan cinta kasih sebagai pusat pengajaran mereka.
Teologi
Proses tentunya memberi warna baru bagi dunia teologi pada masa itu. Di tengah
maraknya perkembangan paham monoteisme yang terlalu memisahkan manusia dari dan
perkembangan paham panteisme yang tidak cukup membedakan Tuhan dari dunia.
Teologi Proses memberikan jalan tengah dengan mencetuskan panteisme – sebuah
paham yang melihat bahwa Allah tidak berada “di luar” ataupun “ di samping”
dunia dan juga tidak ada sebelum dunia dijadikan, tetapi selalu korelatif atau
ada bersama-sama dengan dunia. Dalam paham ini, Tuhan tidak dimengerti sebagai
“yang sama sekali lain” tetapi sebagai “kawan baik atau teman sependeritaan
yang (bisa) mengerti”.
Teologi proses dasar bagi teologi
natural yang tidak hanya mendamaikan antara sains dengan agama, tetapi juga
mendukung etika dan visi ekologis. Ada beberapa gambaran alam yang penting bagi
visi ekologis. Pertama, tidak ada dualisme antara alam dan humanitas. Semua
individu memiliki nilai intrinsic dan karena itu layak untuk menerima
penghormatan atas dirinya. Kedua, teologi proses tidak memproklamirkan ide
bahwa semua individu memiliki tingkat nilai intrinsic yang sama. Ketiga,
bagian-bagian yang membentuk dunia adalah peristiwa yang singkat yang membentuk
diri mereka dengan menyatukan aspek-aspek dari peristiwa lain dalam lingkungan
untuk menjadi sintesis yang kreatif, seperti yang dikembangkan oleh Cobb di
dalam transformasi kreatif. Keempat adalah bahwa “yang lain” yang termasuk
dalam setiap kejadian bukan hanya sekedar proses terbatas yang lain dalam
lingkungan tetapi merupakan keseluruhan proses inklusif Allah.
Teologi Proses
adalah salah satu gerakan teologis yang paling terbuka, yang diarahkan ke luar
dengan kepentingan dalam terlibat dengan masalah yang dihadapi umat manusia dan
dunia. Pernyataan tentang gereja
adalah terang di dalam ketegori teologi proses. Berbagai persoalan yang genting
ada bersama dengan kita dan juga bersama dengan gereja. Apakah gambaran gereja
yang aktual sekarang ini? Apakah itu sebenarnya ditemukan lebih di dunia luar
gereja daripada dalam gereja itu sendiri? Apakah mungkin bahwa gereja telah
menutup diri mereka kepada Kristus dan bukan gereja sama sekali? Eklesiologi harus
peduli pada dirinya sendiri sebagai hubungan keberadaan gereja dan membentuk
gambaran ideal gereja sesungguhnya. (John B Cobb
& David Ray Griffin 1976, 128)
Motif utama
dalam tulisan Cobb adalah ide tentang “transformasi kreatif”. Transformasi
kreatif di berbagai dimensi kehidupan baik dalam bidang moralitas, aksi
politis, hubungan personal, seni, ekologi melalui perkenalan sesuatu yang baru.
Sumber dari sesuatu yang baru itu adalah logos yang berinkarnasi dalam Kristus.
Kehadiran Kristus menjadi penting bagi eksistensi transformasi kreatif atau
teologi proses. Kehadiran Kristus yang merupakan perwujudan kasih Allah
menjadikan kasih kreatif manusia menjadi sesuatu yang mungkin, dan kasih ini
dalam kenyataannya merupakan sebuah kondisi dari transformasi kreatif. Dengan
transformasi ini, manusia bebas untuk mengasihi atau peduli dengan sebuah cara
yang memungkinkan untuk menghadirkan kasih yang lebih lagi yakni kasih yang
merupakan respon pemenuhan Roh Kudus. Dalam bukunya yang ditulis bersama
Griffin “Process Theology an Introductory Exposition”, jika gereja ingin
mengambil bagian dalam hal ini maka gereja harus secara kreatif
ditransformasikan melalui keterbukaannya terhadap Kristus. (John B Cobb &
David Ray Griffin 1976, 131). Dengan demikian gereja harus terbuka dalam
menanggapi ide, bahkan yang tidak sesuai dengannya sekalipun. Teologi praksis
akan ditemukan pada titik-titik di mana praksis sangatlah penting.
3.5. Teologi dan “Praxis” Teologi
Ekologi sebagai contoh
Awal yang
menentukan karya teologi John Cobb terjadi di tahun 1969 ketika dia menyadari
bahwa dia tidak dapat membuat jarak refleksi teologinya dari keterlibatan yang
mendalam di politik dan sosial. Dan krisis ekologi yang pertama membuat Cobb
sadar bahwa teologi tidak bisa bertindak tertutup dari tindakan etisnya, dan
melaksanakan secara efektif kemungkinan melalui transformasi konteks
sosial-politik . Cobb menegaskan bahwa teologi hanya bisa dilakukan dengan refleksi yang
mendalam dan keterlibatan dalam konteks sosial dan politik dan mentransformnya
dalam tindakan nyata. (Livingstone 2000, 333).
Cara pandang si-Whitehead Cobb dalam melihat kehidupan
manusia lebih menyeluruh kepada hubungannya dengan alam dan lingkungan dan
menemukan nilai hakiki di seluruh bagian natural kehidupan manusia. Orientasi
teologi yang menuju sejarah manusia dan manusia itu sendiri cenderung menekan
atau mengabaikan keberadaan manusia itu sendiri di dalam kehidupan yang
universal di mana kita merupakan bagian besar dari alam semesta ini. Teologi
Proses pada sisi yang berseberangan sangat menyadari kenyataan hidup manusia di
planet ini dan implikasi refleksi Allah dan Alam. Sebagaimana Cobb menjelaskan
:
Process theology intends
to think through the meaning for our existence and actions of the space-time
scales that scientific cosmology suggests. It affirms there was real value and
enjoyment in the aeons of time before high forms of life appeared anywhere in
the universe but that the level and importance of enjoyment increased greatly
when on this planet animals and finally humans emerged. (Livingston 2006, 334).
Ancaman bagi seluruh
kehidupan di planet ini membuat setiap orang harus berpikir, menjadi peringatan
dan perhatian yang serius. Cobb melihat komunitas jangka pendek di bidang
pertanian, manajemen sumber, perkembangan ekonomi, politik untuk meredakan strategi yang menyebabkan
kehancuran lingkungan lebih besar lagi. Sebagai contoh, atas nama ‘perkembangan”
di dunia ketiga membawa pertumbuhan industry, kerusakan alam, penipisan sumber
daya alam dalam jangka yang panjang dan menimbulkan kerusakan ekosistem
mengancam jiwa yang terus menerus. (Livingston 2006, 334)
Cobb berbicara tentang cakrawala
refleksi kondisi manusia sebagai ke-narsis-an pada “manusia”. Kecongkakan manusia yang gagal untuk
menghargai hubungan kita dan kepedulian hal-hal esensial untuk kesejahteraan
dari dunia. Etika teologi Cobb terlihat
dari model kehidupan tentang ekologi yang menyatakan bahwa semua mahkluk hidup
terhubung satu sama lain, dan mahkluk hidup mampu melewati masa lalu melalui
pembaharuan, dan kehidupan merefleksikan kekayaan dari sebuah pengalaman.
Tetapi jika prinsip dari hak dan keadilan dianggap hal yang tidak dapat diganggu gugat dari
individu dan standar yang tidak berubah atau yang dianggap ideal oleh
seseorang, maka akal sehat akan menawarkan bahwa keadilan pada dasarnya bertolak
belakang dengan pemahaman teologi proses
dari setiap entitas sebagai organisme yang terhubung satu sama lain.
Cobb mencoba menyuarakan teologi yang
lebih berpihak kepada alam. Inovasi dan kebutuhan umat manusia dalam memenuhi
kebutuhannya telah membuat alam semakin cepat rusak dan tidak layak ditinggali.
Ia menyebutkan, yang dimaksud dengan
kata “pembangunan” dalam negara-negara dunia ketiga adalah percepatan
pembangunan industry, perusakan hutan, kerusakan tanah dan lingkungan secara
massif yang ternyata hanya mengancam keberlangsungan ekosistem itu sendiri. Cobb
menunjukkan bahwa perkembangan ekonomi didunia barat dilihat sebagai sesuatu
yang baik, namun tidak ada kesadaran efek jangka panjang dari perkembangan ini
didalam keseimbangan alam.
Dunia barat bertentangan dengan
sejarah dan alam yang memiliki akar di dalam Alkitab, khusus kepedulian alam di
dalam Perjanjian Baru. Bagaimanapun, secara bentu ekstrim dicatat penghancuran yang dilakukan , itu adalah produk dunia modern.
Dalam perjalanan sejarah bagaimana aktivias manusia yang meningkatkan ancaman
global. Gambaran dunia barat mengacaukan alam dengan teori mereduksi alam kepada fungsi kondisi manusia atau
statis, dan keinginan manusia dinamis. Bahkan sekarang, ketika bahaya terlalu
nyata untuk diabaikan seluruhnya, Barat mengusulkan bahwa mereka harus
diselesaikan dengan program eksploitasi sumber daya yang hampir tidak berbeda
dari orang-orang yang telah menyebabkan masalah.( (John B Cobb
& David Ray Griffin 1976, 131)
Cobb menyadari bahwa model
ekologi dalam melaksanakan teologi secara berangsur-angsur telah melibatkan
ilmu pengetahuan yang nyata. Teologi Ekologi sebaliknya tidak akan membatasi
kepedulian terhadap lingkungan dengan perannya dalam mempertahankan masyarakat
manusia. Dari sudut pandang teologi proses, keadilan mensyaratkan bahwa seluruh
penciptaan harus diperlakukan dengan hormat dan diakui memiliki realitas dan
nilai-nilai bagi kegunaan manusia. Ciptaan yang lain adalah nilai di dalam diri
mereka sendiri untuk Allah. (Livingston 2006, 335)
Dia menekankan bahwa semua itu adalah
tugas dari para teolog untuk mentransformasi tidak hanya kesadaran kita atas
alam, ekonomi, politik, dan pemahaman kita atas gender dan ras, tetapi juga
hubungannya dengan iman Kristen terhadap pandangan dari agama-agama lain di dunia.
Kekristenan seperti halnya entitas dan masyarakat lainnya haruslah berkembang
dan berubah (Livingstone 2000, 334-335).
4. Tanggapan
Kritis
Melalui pemikiran John B. Cobb,Jr ,
kita dapat menemukan nuansa baru di dalam ber-teologi. Teologi bukanlah sekedar
berbicara tentang “yang di atas” atau “yang di sini/ yang di sana”, tetapi
teologi ada bersama-sama dengan kehidupan ini. Ber-teologi adalah memformulasikan
terus menerus pengajaran Allah yang terbuka di dalam kehidupan ini. Eksklusif
agama dan klaim-klaim kebenaran agama tertentu mempersempit peranan teologi di
dunia ini. Gereja atau orang Kristen harus memahami kembali akan inkarnasi
Kristus di dunia yang telah mentransformasikan Kasih dan keberadaanNya sendiri
bagi dunia ini. Inilah jembatan yang selalu baru untuk menghubungkan seseorang
dengan orang lain dan hubungan manusia dengan seluruh dimensi kehidupan.
Manusia tidak bisa bersikap arogan, tertutup bahkan memaksakan doktrinnya
supaya diikuti oleh orang lain. Semua hal-hal yang negatif dan sikap hidup yang
merasa lebih benar dari orang lain akan menghambat terjadinya transformasi
kreatif di dalam kehidupan manusia.
Pemahaman tentang Kristus
sebagai transformasi kreatif
yang hadir di setiap penganut agama dalam wajah kasih membuat perlunya terus
menerus membangun dialog yang konstruktif. Wujud transformasi Kristus di setiap
agama dan penganut dapat diyakini ada melalui hubungan dan dialog yang sejajar.
Kristus adalah penyebab utama menentukan pentingnya gereja. Tanpa mewartakan
Kristus, gereja tidak berarti apa-apa.
Cobb juga menegaskan bahwa orang
Kristen harus bertanggung jawab untuk menjaga kelestarian alam dan kelangsungan
kehidupan mahluk. Dunia ini sudah tidak nyaman ditinggali bila model
eksploitasi yang membabi buta tetap dipertahankan sampai hari ini. Teologi proses yang menjadi dasar teologi
natural tidak hanya mendamaikan sains dan agama tetapi mendukung etika dan visi
ekologis.
DAFTAR ACUAN :
Cobb Jr, John B. 2000. God And The World. Oregon: Wipf & Stock Publisher
Cobb Jr, John B. 2003. The Process Perspective. Missouri: Chalice Press
Cobb Jr, John B dan
Griffin, David Ray.1976, Process Theology
an Introductory Exposition, Philadelphia: The Westminster Press
Livingstone, James C.,
Francis Shussler Fiorenza, dkk. 2000. Modern
Christian Thought. Minneapolis: Fortress Press
Paul S. Fiddes, Process Theology dalam Alister E. McGrath (ed.), The Blackwell Encyclopediae of Modern
Christian Thoughts,(Cambridge: Blackwell Publisher.
http://id.wikipedia.org
diakses pada 22 Oktober 2012
[1] Alfred North Whitehead adalah seorang matematikawan Inggris yang
menjadi filsuf. Ia menulis tentang Aljabar, Logika, Dasar Matematika, Filosofi
Ilmu Pengetahuan, Fisika, Metafisika dan Pendidikan. Dia lahir di Ramsgate,
Kent Inggris, 15 Februari 1861.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Alfred_North_Whitehead)
[2] Charles Hartshorne adalah seorang filsuf Amerika yang terkemuka.
Dia lahir 5 Juni 1897. Dia mengembangkan ide klasik baru dari filsafat
agama-agama sebagai modal dari
keberadaan Allah. Dia juga dicatat mengembangkan filsafat proses ke teologi
proses dari Alfred North Whitehead. (http://en.wikipedia.org/wiki/Charles_Hartshorne)