Minggu, 15 Februari 2015

2 Korintus 8 : 5



2 Korintus 8 : 5
Mereka memberikan lebih banyak daripada yang kami harapkan. Mereka memberikan diri mereka, pertama-tama kepada Allah, kemudian oleh karena kehendak Allah juga kepada kami.

Diberkati untuk memberkati, diberi untuk memberi. Inilah sebenarnya tugas utama anak-anak Tuhan. Lantas pertanyaannya, bagaimana jika kita merasa belum cukup “diberkati”, apakah kita tetap harus memberi? Sesungguhnya kalau mau jujur, sangatlah sulit bagi kita untuk bisa merasa cukup. Manusia cenderung merasa kurang dan terus kurang sehingga merasa tidak kunjung sanggup untuk memberi. Semakin banyak yang kita punya, maka semakin banyak pula rasanya yang kita tidak punya. Oleh karenanya kita pun terus meminta ketimbang berpikir untuk memberi. “Ah nanti saja kalau sudah kaya, sudah makmur, kalau sekarang belum sanggup rasanya. Anehnya sudah kaya pun, masih merasa kekurangan dan tidak juga dapat berbagi kepada orang lain.
Di dalam perikop ini, kita belajar dan melihat sekelompok orang-orang percaya yang ada di Makedonia yang mengerti apa artinya kebahagiaan dalam memberi. Jemaat di Makedonia dikatakan :"Mereka ambil bagian didalam pelayanan kepada orang-orang kudus". Kata pelayanan yang dipakai di sana dalam bahasa aslinya menggunakan kata diakonia. Paulus melihat sikap Jemaat Makedonia sebagai contoh teladan yang memberikan inspirasi. Jemaat di Makedonia bukan contoh yang biasa tetapi luar biasa karenak saat itu mereka berada dalam penderitaan berat dan mereka sendiri sangat miskin tetapi penderitaan itu tidak merampas sukacita mereka. Kemiskinan tidak melunturkan semangat membantu mereka. Dalam situasi yang sulit, mereka melakukan apa yang kita pikir tidak mungkin mereka lakukan tetapi mereka melakukannya. Mereka betul sangat miskin tetapi kaya dalam kemurahan. Kemiskinan mereka tidak menghalangi mereka untuk bermurah hati.
Secara naluri manusiawi, manusia pada hakekatnya lebih suka menerima dari pada memberi. Sekarang ini tidak sedikit orang yang berpikir bahwa ketika ia memberi maka miliknya berkurang, ketika ia menerima maka miliknya bertambah.  Kita hidup di masyarakat yang dipenuhi keinginan untuk menerima atau mendapat bukan memberi. Getting bukan giving. “Senang menerima” adalah hal yang lumrah, tetapi “senang memberi”, adalah hal yang sulit ditemukan. Arti “memberi” adalah melepaskan atau menyerahkan apa yang kita miliki. Sedangkan arti “menerima” adalah mendapatkan apa yang akan menjadi milik kita. Jadi suka yang mana? Pada umumnya orang-orang akan berkata, “Saya lebih suka menerima daripada memberi.” Memang tidak mudah dari sikap “yang menerima” menjadi “memberi”, apa lagi memberi dengan sukacita, kecuali karena kasih Allah menguasai diri orang itu. Memberi lebih merupakan masalah hati daripada masalah keadaan. Artinya, bukan karena banyaknya harta atau sedikit, kalau hatinya jauh, mau banyak atau sedikit sama saja.
Kasih adalah hal yang paling mendasar dalam memberi, sebab arti lain dari memberi adalah mengorbankan. Allah sendiri dengan kasih yang besar sehingga ia menyerahkan Anak-Nya yang tunggal (Yoh 3:16). Jadi, jika kita memiliki kasih, maka kita bisa memberi. Tanpa kasih, kita akan bersungut-sungut. Pemberian janda miskin dalam Lukas 21 hanya dua peser (=1 sen/duit, mata uang yang paling kecil), tetapi Yesus memperhitungkannya besar. Janda itu melakukannya atas dorongan kasihnya kepada Allah sebab ia menyadari bahwa kasih Allah jauh lebih besar dari hidup yang dia miliki.
Kita tidak akan pernah kekurangan setelah memberi dengan kerelaan hati dan sukacita, justru Tuhan akan terus melipat gandakan apapun di dalam kehidupan kita supaya kita mampu mencukupi kebutuhan kita, terlebih pula agar kita mampu memberkati orang lain lebih dan lebih lagi. Kita diberkati untuk memberkati, kita diberi untuk memberi. Hati yang bersukacita dalam memberi tidak akan memandang kekurangan atau keterbatasan diri sendiri, tetapi mampu melihat dengan penuh rasa syukur bagaimana Tuhan selama ini telah memberkati kita.
Memberi Dengan Suka Rela adalah Ujian Iman Iman yang benar. Memberi yang baik harus dilaksanakan dengan sukarela, dasarnya ialah iman yang benar. Artinya , kita harus percaya bahwa Tuhan tidak akan membuat kita kekurangan, seperti JANDA DI SARFAT. Jika selama ini kita memberi dengan mengharapkan imbalan itu bukan iklas/sukarela, Jika memberi dengan paksaaan dan menyatakan bahwa memberi adalah kewajiban yang menjadi pengikat itu juga tidak ikhlas. Oleh karenanya yang memberi dengan iklas adalah mereka yang memberi dengan tidak mengharapkan imbalan, tetapi ucapan syukur atas kasih Tuhan. Dan memberi dengan iklas juga bukan untuk membanggakan diri namun untuk memuji dan memuliakan serta berbangga bagi Kasih Tuhan yang sudah kita terima. pada saat itulah iman kita diuji dalam memberi iklas atau tidak iklas.

Jadilah orang murah hati seperti Bapa adalah murah hati- Memberi menjadikan kita serupa dengan Kristus
Ada seorang anak miskin, berdiri di depan sebuah toko roti di USA, dia hanya bisa bilang saya pingin roti itu, rasanya pasti enak, tapi saya tidak bisa membelinya karena tidak punya uang. Dia hanya bisa menatap roti itu dari luar toko saja. Tiba-tiba ada seorang Bapa yang melihat anak itu, dan menyakan kepadanya “apakah kamu suka roti itu?” anak itu menjawab “ya” tapi saya tidak punya uang. Bapa ini masuk ke dalam toko roti itu dan membeli beberapa roti dan keluar lalu memberikannya kepada anak miskin ini. Anak miskin ini selalu diceritakan oleh ibunya tentang Yesus yang suka memberi. Melihat bapa ini yang memberikan roti dan mengingat cerita ibunya tentang Yesus, maka ketika anak ini menerima roti dari si Bapa ini, anak ini bertanya kepada Bapa ini: “Are You Jesus?”
Dalam pikiran seorang anak kecil yang sederhana, Yesus itu mempunya sifat yang sangat mulia yaitu – Selalu mau memberi. Oleh karena itu orang yang mau memberi disangkanya ia adalah Yesus.
Orang yang memberi diri kepada Allah berarti orang tersebut memberi dirinya untuk dibentuk Allah dan mengarahkan hidupnya sesuai dengan apa yang Tuhan mau. Orang yang memberi diri kepada Allah adalah orang yang bisa berkata :"Ini diriku, ini hidupku, bentuklah dan pakailah".  Pemberian yang benar selalu mencakup pemberian diri bukan sekedar pemberian uang. Di sanalah ia dimampukan oleh Allah sendiri untuk menjadi orang-orang yang bisa bermurah hati. Jika orang benar-benar mengalami anugerah dalam hidupnya maka ia tidak akan memakai kesulitan hidupnya sebagai alasan untuk tidak memberi. Amen

Tidak ada komentar:

Mazmur 84 : 1 - 7

Mazmur 84 : 1 - 7 84:1 Untuk pemimpin biduan. Menurut lagu: Gitit. Mazmur bani Korah.  84-2 Betapa disenangi tempat kediaman-Mu ,  ya ...