2 Korintus 8 : 5
Mereka memberikan lebih banyak daripada yang kami
harapkan. Mereka memberikan diri mereka, pertama-tama kepada Allah, kemudian
oleh karena kehendak Allah juga kepada kami.
Diberkati
untuk memberkati, diberi untuk memberi. Inilah sebenarnya tugas utama anak-anak
Tuhan. Lantas pertanyaannya, bagaimana jika kita merasa belum cukup
“diberkati”, apakah kita tetap harus memberi? Sesungguhnya kalau mau jujur,
sangatlah sulit bagi kita untuk bisa merasa cukup. Manusia cenderung merasa
kurang dan terus kurang sehingga merasa tidak kunjung sanggup untuk memberi.
Semakin banyak yang kita punya, maka semakin banyak pula rasanya yang kita
tidak punya. Oleh karenanya kita pun terus meminta ketimbang berpikir untuk
memberi. “Ah nanti saja kalau sudah kaya, sudah makmur, kalau sekarang belum
sanggup rasanya. Anehnya sudah kaya pun, masih merasa kekurangan dan tidak juga
dapat berbagi kepada orang lain.
Di dalam
perikop ini, kita belajar dan melihat sekelompok orang-orang percaya yang ada
di Makedonia yang mengerti apa artinya kebahagiaan dalam memberi. Jemaat di
Makedonia dikatakan :"Mereka ambil bagian didalam pelayanan kepada
orang-orang kudus". Kata pelayanan yang dipakai di sana dalam bahasa
aslinya menggunakan kata diakonia. Paulus melihat sikap Jemaat Makedonia
sebagai contoh teladan yang memberikan inspirasi. Jemaat di Makedonia bukan
contoh yang biasa tetapi luar biasa karenak saat itu mereka berada dalam
penderitaan berat dan mereka sendiri sangat miskin tetapi penderitaan itu tidak
merampas sukacita mereka. Kemiskinan tidak melunturkan semangat membantu
mereka. Dalam situasi yang sulit, mereka melakukan apa yang kita pikir tidak
mungkin mereka lakukan tetapi mereka melakukannya. Mereka betul sangat miskin
tetapi kaya dalam kemurahan. Kemiskinan mereka tidak menghalangi mereka untuk
bermurah hati.
Secara naluri manusiawi,
manusia pada hakekatnya lebih suka menerima dari pada memberi. Sekarang ini
tidak sedikit orang yang berpikir bahwa ketika ia memberi maka miliknya
berkurang, ketika ia menerima maka miliknya bertambah. Kita hidup di masyarakat yang dipenuhi keinginan untuk
menerima atau mendapat bukan memberi. Getting
bukan giving. “Senang
menerima” adalah hal yang lumrah, tetapi “senang memberi”, adalah hal yang
sulit ditemukan. Arti “memberi” adalah melepaskan atau menyerahkan apa yang
kita miliki. Sedangkan arti “menerima” adalah mendapatkan apa yang akan menjadi
milik kita. Jadi suka yang mana? Pada umumnya orang-orang akan berkata, “Saya
lebih suka menerima daripada memberi.” Memang tidak mudah dari sikap
“yang menerima” menjadi “memberi”, apa lagi memberi dengan sukacita, kecuali karena
kasih Allah menguasai diri orang itu. Memberi
lebih merupakan masalah hati daripada masalah keadaan. Artinya, bukan karena banyaknya harta atau sedikit, kalau hatinya jauh,
mau banyak atau sedikit sama saja.
Kasih adalah
hal yang paling mendasar dalam memberi, sebab arti lain dari memberi adalah
mengorbankan. Allah sendiri dengan kasih yang besar sehingga ia menyerahkan
Anak-Nya yang tunggal (Yoh 3:16). Jadi,
jika kita memiliki kasih, maka kita bisa memberi. Tanpa kasih, kita akan
bersungut-sungut. Pemberian janda miskin dalam Lukas 21 hanya dua peser (=1
sen/duit, mata uang yang paling kecil), tetapi Yesus memperhitungkannya besar.
Janda itu melakukannya atas dorongan kasihnya kepada Allah sebab ia menyadari
bahwa kasih Allah jauh lebih besar dari hidup yang dia miliki.
Kita tidak
akan pernah kekurangan setelah memberi dengan kerelaan hati dan sukacita,
justru Tuhan akan terus melipat gandakan apapun di dalam kehidupan kita supaya kita
mampu mencukupi kebutuhan kita, terlebih pula agar kita mampu memberkati orang
lain lebih dan lebih lagi. Kita diberkati untuk memberkati, kita diberi untuk
memberi. Hati yang bersukacita dalam memberi tidak akan memandang kekurangan
atau keterbatasan diri sendiri, tetapi mampu melihat dengan penuh rasa syukur
bagaimana Tuhan selama ini telah memberkati kita.
Memberi Dengan
Suka Rela adalah Ujian Iman Iman yang benar. Memberi yang baik harus
dilaksanakan dengan sukarela, dasarnya ialah iman yang benar. Artinya , kita
harus percaya bahwa Tuhan tidak akan membuat kita kekurangan, seperti JANDA DI
SARFAT. Jika selama ini kita memberi dengan mengharapkan imbalan itu bukan
iklas/sukarela, Jika memberi dengan paksaaan dan menyatakan bahwa memberi
adalah kewajiban yang menjadi pengikat itu juga tidak ikhlas. Oleh karenanya
yang memberi dengan iklas adalah mereka yang memberi dengan tidak mengharapkan
imbalan, tetapi ucapan syukur atas kasih Tuhan. Dan memberi dengan iklas juga
bukan untuk membanggakan diri namun untuk memuji dan memuliakan serta berbangga
bagi Kasih Tuhan yang sudah kita terima. pada saat itulah iman kita diuji dalam
memberi iklas atau tidak iklas.
Jadilah orang
murah hati seperti Bapa adalah murah hati- Memberi menjadikan kita
serupa dengan Kristus
Ada seorang
anak miskin, berdiri di depan sebuah toko roti di USA, dia hanya bisa bilang
saya pingin roti itu, rasanya pasti enak, tapi saya tidak bisa membelinya
karena tidak punya uang. Dia hanya bisa menatap roti itu dari luar toko saja.
Tiba-tiba ada seorang Bapa yang melihat anak itu, dan menyakan kepadanya
“apakah kamu suka roti itu?” anak itu menjawab “ya” tapi saya tidak punya uang.
Bapa ini masuk ke dalam toko roti itu dan membeli beberapa roti dan keluar lalu
memberikannya kepada anak miskin ini. Anak miskin ini selalu diceritakan oleh
ibunya tentang Yesus yang suka memberi. Melihat bapa ini yang memberikan roti
dan mengingat cerita ibunya tentang Yesus, maka ketika anak ini menerima roti
dari si Bapa ini, anak ini bertanya kepada Bapa ini: “Are You Jesus?”
Dalam pikiran
seorang anak kecil yang sederhana, Yesus itu mempunya sifat yang sangat mulia
yaitu – Selalu mau memberi. Oleh karena itu orang yang mau memberi disangkanya
ia adalah Yesus.
Orang yang memberi diri kepada Allah berarti orang
tersebut memberi dirinya untuk dibentuk Allah dan mengarahkan hidupnya sesuai
dengan apa yang Tuhan mau. Orang yang memberi diri kepada Allah adalah orang
yang bisa berkata :"Ini diriku, ini hidupku, bentuklah dan pakailah".
Pemberian yang benar selalu mencakup pemberian diri
bukan sekedar pemberian uang. Di sanalah ia
dimampukan oleh Allah sendiri untuk menjadi orang-orang yang bisa bermurah
hati. Jika orang benar-benar mengalami anugerah dalam hidupnya maka ia tidak
akan memakai kesulitan hidupnya sebagai alasan untuk tidak memberi. Amen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar