FIlipi 1 : 20 - 21
Tentunya,
masih ingat di pikiran kita tentang cerita Titanic?
Film tersebut diambil dari sebuah kisah nyata yang terjadi pada tahun 1912.
Waktu itu malam hari tanggal 14 April 1912, pada pukul 23.40 malam, kapal itu menabrak gunung es lalu gunung es tersebut menggesek dengan amat kerasnya sisi kanan kapal, sehingga menghujani dek
dengan es dan mengoyakkan enam bilik yang kedap air. Air yang sangat dingin masuk ke dalamnya. Menurut laporan dokumentasi, segera kapal akan tenggelam. Di atas
kapal malam itu ada John Harper dan putri kesayangannya, Nana, yang berusia
enam tahun. John Harper langsung membawa putrinya menuju sekoci penyelamat. Ia
membungkuk dan mencium putri kecilnya yang amat berharga baginya;
ditatapnya mata anak itu sambil berkata bahwa mereka akan berjumpa kembali satu
hari kelak. Kilatan-kilatan di langit yang gelap di atas memantulkan air mata
di wajahnya ketika ia berbalik dan menuju kerumunan orang yang putus asa di
atas kapal yang sedang tenggelam itu.
Ketika buritan kapal mulai terayun ke atas, dilaporkan bahwa Harper tampak
berusaha mendaki dek sambil berteriak "Wanita, anak-anak dan mereka yang
belum diselamatkan masuk ke dalam sekoci!" Hanya beberapa menit kemudian,
Titanic mulai terdengar bergemuruh jauh di bagian dalamnya. Banyak orang yang
menyangka bahwa itu merupakan ledakan; padahal sebenarnya kapal raksasa itu
secara harfiah sedang terbelah dua. Pada saat itu banyak orang yang melompat
dari dek terjun ke dalam air es yang gelap di bawah. John Harper termasuk salah
satu di antaranya. Malam itu 1528 orang masuk ke dalam air yang membekukan itu.
John Harper tampak berenang dengan tergopoh-gopoh kepada orang-orang dan
memimpin mereka kepada Yesus sebelum hipotermia (keadaan suhu tubuh di bawah
titik terendah) menjadi fatal. Harper berenang menuju seorang pemuda yang telah
naik ke atas kepingan yang terapung. Dengan napas terengah-engah ia bertanya,
"Apakah anda sudah diselamatkan?" Pemuda itu menjawab belum. Harper
kemudian mencoba menuntunnya kepada Kristus hanya untuk menerima jawaban tidak
dari pemuda yang sedang shock itu. Harper membuka jaket penyelamatnya dan
melemparkannya kepada pemuda itu sambil berkata "Kalau begitu ini, Anda
lebih membutuhkannya daripadaku" dan kemudian berenang menuju orang-orang
lain. Beberapa menit kemudian Harper berenang kembali mendekati pemuda tadi dan
berhasil memimpinnya untuk menerima keselamatan.
Dari 1528 orang yang masuk ke dalam air malam itu, enam di antaranya
diselamatkan oleh sekoci-sekoci penolong. Salah satu di antaranya adalah pemuda
yang naik kepingan yang terapung tadi. Empat tahun kemudian pada suatu
pertemuan bagi mereka yang selamat, pemuda ini berdiri dan dengan air mata
bercucuran mengisahkan kembali bagaimana John Harper, setelah menuntunnya
kepada Kristus, berusaha berenang kembali untuk menolong orang lain, namun oleh
karena air yang dingin seperti es itu, maka ia telah menjadi terlalu lemah
untuk berenang. Kata-kata terakhir sebelum ia tenggelam di dalam air yang
membekukan itu ialah "Percayalah kepada Tuhan Yesus dan anda akan
diselamatkan". (Sumber: internet).
Kisah di atas menunjukkan kepada kita betapa besar pengorbanan seorang demi
menyelamatkan jiwa sesamanya di saat detik-detik terakhir kehidupan. Dia telah
melaksanakan amanat Tuhan sampai akhir hidupnya. Ini merupakan suatu teladan
yang baik bagi kita, orang Kristen. Kita tidak dituntut untuk
mengorbankan nyawa kita demi Tuhan dan sesama kita, sebagaiman kisah John
Happer di atas. Kita diminta untuk mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa
dan akal budi serta mengasihi sesama seperti diri sendiri (baca
Matius 22: 37 – 40). Janganlah malu melakukan kehendak-Nya, (baca Lukas 9: 26).
Hal ini telah disampaikan Rasul Paulus dalam suratnya yang kedua kepada
jemaat Tuhan di Filipi, demikian: “Sebab yang sangat kurindukan dan kuharapkan
ialah bahwa aku dalam segala hal tidak akan beroleh malu, melainkan seperti
sediakala, demikianpun sekarang, Kristus dengan nyata dimuliakan di dalam
tubuhku, baik oleh hidupku, maupun oleh matiku; Karena bagiku hidup adalah
Kristus dan mati adalah keuntungan (Filipi 1: 20-21). Sekalipun berada di penjara, Paulus tidak merasa
malu. Ia tidak sibuk memikirkan harga diri dan kemuliaannya
sendiri. Rasul Paulus memiliki suatu kerinduan yang begitu mendalam dalam
hidupnya. Dari Filipi 1:20 kita mengetahui dengan jelas bahwa yang sangat
dirindukan oleh rasul Paulus adalah bahwa dalam segala hal yang dikerjakannya
Kristus dengan nyata diagungkan, ditinggikan, dan dimuliakan.
Paulus tidak
merasa malu untuk memberitakan nama Kristus walaupun dia di dalam penjara.
Bagaimana dengan kita? Bukankah kita malu untuk mewartakan Kristus di dalam
kehidupan kita? Malu bila berdoa makan di restoran di mana di sana ada banyak
orang. Malu membawa Alkitab pergi ke gereja, bahkan malu kalau diketahui orang
lain sebagai Kristen.
Akan tetapi, Paulus sedang di
dalam penantian hukuman mati. Seandainya, kita menghadapi pilihan antara mati dan hidup, apalagi untuk
memilih Kristus, pilihan mana yang akan kita tetapkan?
......................(coba kita renungkan dengan sedalam-dalamnya?) Ketika kita
diperhadapkan pada sebuah pilihan, Kristus atau nyawa kita, kita mungkin akan
menyangkali Kristus demi menyelamatkan nyawa kita.
Kematian dapat menjadi sebuah
ancaman bagi pencapaian tujuan hidup kita. Kematian dapat menggagalkan semua
rencana yang telah kita buat. Kematian dapat merampas segala sesuatu yang
berharga dalam hidup kita. Mungkin inilah salah satu alasan mengapa kematian
terasa menakutkan bagi sebagian orang. Para pemuda mungkin takut mati karena
mereka belum mendapatkan apa yang mereka inginkan dalam hidup ini dan para
orang tua mungkin takut mati karena kuatir terhadap nasib anak-cucu mereka yang
begitu mereka kasihi. Akan tetapi, yang menjadi harta terbesar, pusat
perhatian, dan tujuan utama rasul Paulus adalah Kristus. Itulah sebabnya ia
tidak pernah memandang kematian sebagai sebuah ancaman yang menakutkan, yang
dapat menggagalkan tujuan hidupnya. Sebaliknya, dia justru memandang kematian
sebagai sebuah kesempatan yang baik bagi pencapaian tujuan hidupnya yang
terutama, yaitu mendapatkan Kristus sebagai harta terbesar dalam hidupnya.
Bagi kita
hidup dan mati mungkin Nampak seperti dua hal yang saling berlawanan, hidup ya hidup, mati ya mati. Urusan hidup untuk
duniawi tetapi kalau mau mati baru kepada Tuhan. Hal ini tidak benar, hidup dan mati kita adalah
Kristus supaya apapun terjadi di dalam kehidupan kita, itu semua adalah
keuntungan karena kita sudah memiliki Kristus. Itulah sebabnya dalam Filipi 1:21 Paulus
mengatakan: “karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.” Baik hidup dan mati kita adalah di dalam Kristus. Amen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar