Selasa, 08 Oktober 2013

Amsal 3 : 33 - 35


Salah satu kebutuhan dasar (pokok) manusia selain makanan, minuman, pakaian adalah juga tempat tinggal (rumah). Rumah (tempat tinggal) menjadi tempat bersekutu dengan seluruh keluarga (orangtua dan anak-anak, serta keluarga lain), tempat untuk membesarkan anak-anak, serta sebagai prestise (kebanggaan). Intinya, ada begitu banyak hal yang dilakukan di dalam rumah bahkan bisa dari perbuatan-perbuatan yang terpuji, yang baik, hingga perbuatan yang jelek (negatif) seperti tempat judi, bandar narkoba, dll.  Ada banyak siaran televisi yang meliput peristiwa tertangkapnya gembong narkoba di sebuah rumah......jalan....., serta menjadi sarang untuk melakukan teror bom ke tempat lain.
            Kebahagian orang yang tinggal di dalam rumah bukanlah semata-mata ditentukan bagaimana arsitektur rumah, atau besar dan megahnya bangunan rumah? Banyak orang bisa membangun rumah yang marmernya saja diimport dari Eropah, permadaninya dari Turkey, atau lampu-lampu kristalnya dari Yunani tetapi belum bisa menjamin apakah orang yang tinggal di dalam rumah itu bahagia? Tetapi ada rumah yang sederhana, bangunannya biasa-biasa saja, namun orang di dalam rumah itu bahagia dan senang. Lalu apa permasalahannya? Tentu, rumah tidak hanya bergantung pada arsitekturnya, bangunannya, atau material bangunan itu, tetapi juga bagaimana kualitas hidup orang yang tinggal di dalamnya. Itu sebabnya adalah istilah Inggris yang mengatakan : “a house is not always home”. Kata house dan home sebenarnya sama artinya rumah. Tetapi house lebih menunjukkan kepada bangunan fisiknya, sedangkan home adalah orangnya (penghuninya). Rumah secara fisik bisa berubah, bisa hancur, tetapi home yaitu keluarga tidak akan hancur bila dirawat dengan baik.
            Kitab Amsal ini mengajarkan bahwa rumah orang fasik (jahat) adalah hanya terdapat kutukkan, sedangkan rumah orang benar akan diberkati. Rumah orang jahat adalah gambaran neraka di dunia ini.  Sedangkan rumah orang benar adalah gambaran Sorga di bumi. Di dalam rumah orang fasik, setiap orang di dalamnya akan terbangun sifat-sifat kebencian, iri hati, dendam, dll. Sedangkan rumah orang benar akan terpencar sifat-sifat kasih, damai, saling menolong, dan melayani dengan rendah hati. Mungkin kita pernah mendengarkan cerita tentang Sorga dan Neraka. Ada yang diutus Tuhan untuk melihat kedua tempat itu. Pertama, dia mengunjungi neraka, di sana banyak orang yang cantik-cantik, tampan tetapi kurus-kurus. Di meja makan mereka tersedia makanan yang enak-enak. Dia heran kok banyak makanan enak-ev\nak mereka kurus-kurus. Lalu dia mengunjungi sorga. Persis seperti neraka  bahwa di Sorga juga banyak gadis-gadis cantik, dan pria tampan. Namun mereka sehat-sehat, badan mereka bagus. Di meja makan mereka-pun tersedia makanan yang enak-enak. Si-pengunjung ini heran, persis sama tapi kok beda orang di neraka dan di sorga. Ternyata bila mereka makan harus pakai sendok yang panjangnya 1,5 meter, dan cara makannya harus dipegang ujung sendok itu. Di neraka orang-orang berebut makan sehingga setiap kali mensendok makanan, karena terlalu panjang akhirnya tidak sampai ke mulut mereka. Sedangkan di sorga, mereka bergantian mensendok dan memberikan makanan kepada temannya.
            Rumah harus menjadi tempat untuk mempraktekkan sifat-sifat ilahi. Di rumahlah setiap keluarga belajar untuk melindungi, saling melayani, menolong. Rumah tangga yang baik adalah rumah yang tidak hanya memikirkan dirinya sendiri. Walau istri harus tunduk kepada suami, maka suami yang baik adalah suami yang bijaksana mengatur rumahnya dengan baik. Apalagi rumah tangga kristiani harus memiliki ciri-ciri kekhususan yang berbeda dengan rumah tangga yang bukan kristiani. Kalau rumah kristen tiap hari terdengar piring melayang, gelas pecah, suara menggelegar, maka rumah tangga itu sedang mengalami sakit yang parah. Karena itu, setiap anggota di dalam rumah itu harus difungsikan dengan baik. Apalagi fungsi sebagai ibu yang menjadi tumpuan bagi keluarga. Walaupun bapak (suami) dikatakan sebagai kepala tetapi sejatinya ibu-lah yang punya andil besar membawa rumah itu menjadi seperti apa.
            Membangun rumah yang bahagia dituntut peran penting seorang ibu. Peran penting ibu di dalam rumah antara lain :
a.       Ibu sebagai pengatur (manager) : dia bisa sekaligus mengambil tugas seorang bapak yang harus pergi pagi-pagi dan pulang malam untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
b.      Ibu sebagai guru : dia menjadi sumber pendidikan pertama bagi anak-anaknya. Bagaimana nantinya anak-anak itu sangat ditentukan oleh tangan-tangan magis seorang ibu.
c.       Ibu sebagai perawat : dia seorang yang telaten/peka melihat, mengetahui kebutuhan mendasar keluarga.
d.      Ibu sebagai bendahara : dia harus mampu mengelola Anggaran masuk dan keluar dengan sebaik-baiknya. Bila perlu bisa membantu memberikan penghasilan keluarga, bukan malah menghabiskan untuk keperluan-keperluan yang tidak jelas.
e.       Ibu sebagai designer : dia harus mampu membuat suasana rumahnya tetapi berseri, tidak bosan, apalagi tidak ada daya inovasi.
Memang cukup berat tugas seorang ibu. Tetapi bukan berarti anggota keluarga yang lain menjadi berpangku tangan. Memang tidak bisa dielakkan bahwa seorang ibu-lah yang mempunyai waktu yang lebih lama di rumahnya daripada anggota yang lain. Karena itu, tidak ada waktu untuk berhenti belajar, supaya orang yang masuk dan keluar dari rumah kita akan diberkati oleh Tuhan dan menjadi berkat bagi orang lain. Amin

Tidak ada komentar:

Mazmur 84 : 1 - 7

Mazmur 84 : 1 - 7 84:1 Untuk pemimpin biduan. Menurut lagu: Gitit. Mazmur bani Korah.  84-2 Betapa disenangi tempat kediaman-Mu ,  ya ...