LAI (Lembaga Alkitab Indonesia) memberi judul Mazmur 69 adalah Doa dalam kesesakan. Hal ini sangat sesuai sebagaimana dialami pemazmurdi sini.Pemazmur mengalami situasi yang genting, digambarkan seperti seorang yang tenggelam, yang sedang berputus asa. Daud memulai ratapannya secara to the point dan dengan tegas mengatakan perasaannya yang terdalam “Selamatkanlah aku ya Allah”. Ia dituduh telah merampas sesuatu, dan kemudian dipaksa untuk mengembalikan barang yang sebenarnya tak pernah ia rampas. Terhadap para musuhnya, pemazmur mengaku tidak bersalah. Namun, kepada Tuhan ia mengaku pernah bertindak bodoh (6). Maka ia memohon belas kasih Tuhan agar dampak kesalahannya tidak menimpa umat Tuhan. Di sisi lain, pemazmur merasa apa yang menimpa dirinya adalah karena ketekunannya melayani Tuhan (8-13). Oleh karena itu, ia berani berharap kepada Tuhan untuk melepaskannya dari tekanan musuh.
Mazmur ini menunjukkan tipikal sebuah mazmur keluhan atau ratapan. Mazmur ratapan memiliki genre karakteristik, antara lain : menggunakan metafora dalam meratap, bergerak dari kepedihan kepada sukacita, dan menawarkan transformasi iman (lih.Benny Solihin, Mengkhotbahkan Mazmur Ratapan,2012,h.34). Pemazmur menyampaikan keluhannya dengan harapan Tuhan akan menjawab dan menyelamatkannya dari ancaman kebinasaan. Mazmur seperti ini mengajar kita tentang bagaimana menghadapi musuh yang memfitnah bahkan hendak membinasakan kita padahal kita sedang melayani Tuhan. Kita memiliki Tuhan yang peduli dan yang akan bertindak pada waktu-Nya untuk menolong kita. Walaupun kita sudah merasa di ambang pintu kehancuran, jangan sampai kita melepaskan iman kita. Percayalah pada waktu-Nya, Ia akan menolong. Mazmur ini juga sering dipandang sebagai Mazmur tentang Mesias karena di bagian Mazmur ini berisi tentang seruan Daud minta tolong sejajar dengan penderitaan Mesias (Kristus). Mereka yang membenci Daud serupa dengan mereka yang membenci Kristus. Daud yang sangat menderita dari orang-orang di sekitarnya, seperti itu juga yang dialami Kristus.
Penjelasan Nas
1.Penderitaan dan
kesesakan
Pemazmur
menggambarkan penderitaannya yang amat sangat pahit, seolah-olah dia tidak
mampu lagi berbuat apa-apa dengan kekuatannya sendiri untuk keluar dari
penderitaan itu. Digambarkan bahwa seolah-olah dia masuk kedalam “Lumpur Hidup=gambo
lisop” jika dia semakin berusaha untuk bergerak dan keluar maka ia akan semakin
masuk lebih dalam dan tentunya akan tenggelam. Ia sadar bahwa ia adalah
manusia biasa yang berdosa (ayat 6). Namun jelas bahwa penderitaan yang dia
tanggung bukanlah hukuman Tuhan atas dosa-dosanya. Bila kita baca ay.7-13 di
situ dijelaskan oleh pemazmur bagaimana musuh-musuhnya memperlakukan dia,
bagaimana sinisme orang lain terhadapnya. Ia menderita karena keberpihakannya
kepada Allah membuat orang membenci dia. Dan dunia ini kejam sekali. Mereka berkomplot
melawan orang yang mengasihi Allah (ayat 5). Bahkan, entah karena ikut
berkomplot atau karena takut terkena "getah," sanak saudaranya ikut
membuang dia (ayat 9). Itulah penderitaan terberat, karena orang-orang terdekat
menganggap dia sebagai orang berbahaya dan harus disingkirkan. Ia juga jadi
objek sindiran (ayat 13).
Kondisi hidup yang demikian hanya membutuhkan pertolongan dari si-penolong.
Namun, dengan iman yang teguh pemazmur percaya bahwa Tuhan Allah akan
menolongnya. Allah dijadikannya yang utama dan yang pertama sebagai penolong
dalam hidupnya. Oleh karena itu pertama yang dipanggilnya untuk menolong ialah
Tuhan Allah. Sebab dengan kondisi demikian dibutuhkan tumpuan yang kokoh untuk
keselamatan. Tiada orang yang menndengarkan jeritannya, namun karena imannya
percaya akan kemahakuasaan Tuhan, serta karena imannya dia percaya bahwa Tuhan
itu tidak dibatasi ruang dan waktu dan Tuhan pasti mendengarkan seruannya.
Tidak ada yang lebih kuat dari pada Tuhan, dan hanya ketika bersama Tuhanlah
kita akan senantisa dapat berdiri dengan iman yang teguh.
2.Tidak ber-apologet,
lebih baik membuka diri
Penderitaan dan kesesakan
yang dialami pemazmur membuat dia terbuka kepada Allah. Pemazmur tidak
ber-apologi untuk membela diri atau menyalahkan orang lain, apalagi menyalahkan
Tuhan. Pemazmur menyadari tidak ada yang tersembunyi di hadapan Allah yang Maha
Tahu. Hal inilah yang mendorong pemazmur menyerahkan semua persoalannya kepada
Tuhan. Dalam hal pemazmur, penderitaan membuat dia rindu akan pemulihan rohani yang bukan untuk kepentingan
sendiri, tetapi kepentingan orang lain. Ia mengharapkan pelepasan supaya orang
beriman lainnya tidak tawar hati (ayat 7). Namun berkat terindah dari
menanggung cela karena Allah ialah penegasan iman kepada perkenan Allah, kasih
setia-Nya, dan pertolongan-Nya (ayat 14). Irama sumbang para pengejeknya kini
menyingkir menjadi latar belakang yang tak berarti. Orang yang menderita ini
masuk ke dalam hadirat kasih anugerah Allah yang ajaib. Kepada Allah, ia
mempertaruhkan kasusnya. Dari Allah, ia beroleh peluputan yang mengalir semata
dari anugerah perjanjian Allah yang terpercaya.
3.Pertolongan hanya
dari Tuhan (14 – 20)
Mazmur ini dinaikkan bukan hanya kelegaan
yang dirasakan pemazmur karena telah mencurahkan kegalauan hatinya, melainkan
suatu kelegaan yang lebih besar bahwa Tuhan yang dulu menyertai dan menolongnya
akan kembali datang menyelamatkannya. Daud berjumpa kembali dengan kasih setia
Tuhan. Tabung imannya terisi kembali
dengan anak-anak panah = pengertian akan karakter Allah. Brueggemann menunjukkan melalui Mazmur
ratapan, iman seseorang ditransformasi tatkala ia mengalami penderitaan.
Meskipun pertolongan belum datang, keadaan belum membaik, dan tidak ada
secercah harapan, namun ia bangkit kembali dalam iman yang ditransformasikan. Transformasi
iman menjadikan kehidupan yang berubah, from
hurt to joy, from death to life.
Renungan/refleksi
Firman Tuhan
Ada dua respons
pemazmur yang bisa kita tiru di sini :
Pertama,
Penderitaan jadi alat yang memperdalam pengenalan akan Tuhan, mempertebal
kesadaran bahwa pertolongan hakiki datang dari Allah bukan dari manusia. Kini
ia tidak saja mengakui kasih setia dan pertolongan Allah, ia juga mengenali
keterlibatan Allah dalam hidupnya. Ada beberapa kata yang berbeda yang
diucapkan berulang kali tetapi maknanya sebenarnya sama, seperti kata
lepaskanlah aku, jawablah aku, berpalinglah kepadaku, janganlah sembunyikan
wajahMu kepada hambamu ini, datanglah kepadaku, tebuslah aku, dan bebaskanlah
aku. Semua itu, menunjukkan pemazmur menempatkan Allah segala-galanya di dalam
hidupnya. Pada kondisi apapun, jadikanlah Allah tumpuan dan tiang
utama, termasuk dalam penderitaan sekalipun, Sebab penderitaan bisa
menjadi jalan Tuhan untuk menunjukkan kasih setiaNya. Jika penderitaan menimpa
kehidupan kita atau masalah datang menyerang kita, sampaikanlah kepada Tuhan
dengan iman yang sabar teguh, percayalah Tuhan itu mampu mengalahkan dan
memenangkan kita dari permasalahan apapun yang kita hadapi, sekali lagi
ingatlah satu hal “biarkan kehendakNya yang jadi” sebab atas kehendakNya-lah
berkat dan kasihNya akan dicurahkan, bukan atas kehendak manusia.
Kedua,
betapa indah ratapan melalui pergumulan doa yang berangsur menjadi pujian.
Melalui penderitaan, pemazmur dimungkinkan menaikkan pujian dengan dimensi yang
makin dewasa. Kenyataan membuktikan, hidup yang kita jalani adalah
suatu perjalan kehidupan yang selalu diperhadapkan dengan berbagai penderitaan,
terlebih dalam perjalanan kehidupan sebagai
orang percaya kepada Allah di dalam Yesus Kristus. Kita akan terus berjuang
untuk hidup sebagaimana yang diinginkan oleh Allah. Kehidupan yang harus kita
jalani di dalam kesetiaan hanya kepada Allah yang hidup. Kita terpanggil untuk
terus berjuang mempertahankan kehidupan beriman yang sungguh kepada Allah,
sebagaimana Kristus tetap setia kepada BAPA di dalam kehidupanNya. Amen (h2pb2)